Filosofi Sahabat : Seni Kebaikan dan Keburukan

Pandangan Umum arti Sahabat 

    Sahabat..... kita semua pasti tahu arti dari kata ini dan kita semua tentu memiliki sahabat. Sejatinya setiap orang pasti memiliki perspektif yang berbeda dalam mendefinisikan makna sahabat dan alur yang dijalani dalam persahabatan bisa saja dimulai ketika kita masih kanakkanak ataupun ketika remaja bahkan saat dewasa serta usia setiap persahabatan pun tak dapat kita prediksi berapa lama akan bertahan. Terkadang persahabatan yang sudah terbangun sekian lama bisa saja hancur, kita sepakat dalam persahabatan tidak akan mudah runtuh hanya karena hal-hal yang sepele karena dalam setiap persahabatan memiliki ikatan yang spesial dalam menjalani dan menanggapi permasalahan yang di lalui dan sudah dibangun selama bertahuntahun. Sahabat dan teman itu berbeda, tidak semua orang dapat menjadi sahabat. Seorang sahabat akan selalu ada untuk kita dan mempunyai ikatan emosi dan batin yang kuat pada diri kita, akan tetapi seorang teman adalah orang yang hanya kita kenal dan tidak ada ikatan batin dan emosi yang sama. Hidup ini tak akan ada artinya jika kita tidak mempunyai seorang sahabat. sahabat adalah mereka yg selalu ada di sisimu bukan hanya pada saat kamu berada diatas, namun juga selalu membantu saat kamu berada diposisi paling kronis dan tak berdaya. Sahabat tak hanya bersama saat suka pun duka, tetapi sahabat harus mampu mengatasi setiap masalah bersama.

    Namun berbeda dengan apa yang dimaksud sahabat di organisasi tercinta PMII, disini kita dipaksa mengerti satu sama lain, dipaksa untuk bahagia, sedih, kecewa dan apapun itu bentuk rasa meskipun dalam jangka atau kurun waktu yang relatif singkat. Awal bertemu di gedung yang katanya mampu menampung sikap kritis dan meningkatkan dialektis setiap individu yang disebut mahasiswa, dan resmi menjadi sahabat setelah di sumpah baiat diruang-ruang yang diselimuti kegelapan yang teramat pekat. Disini makna sahabat bukan hanya sebatas julukan keorganisasian. Saya melihat masih banyak sekali yang menggunakan arti kata sahabat hanya untuk bersembunyi dan meninggalkan tanggung jawabnya hingga segan dalam menjatuhkan satu sama lain dan merendahkan esensi (hakikat) dari kata sahabat itu sendiri. Berlandaskan kebenaran “yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah”, bagaimana kita bisa mendefinisakan kebenaran yang begitu kompleks? Apakah mereka yang berbicara dengan mengeluarkan kata kata kotor ketika membela kebenaran dapat dikatakan salah juga?, apakah mereka yang diam ketika melihat kebenaran di jatuhkan dapat dikatakan salah juga?, tentu TIDAK!! Paradigma manusia dalam mendefinisikan kebenaran dan kesalahan tidak selalu sama, segalanya tergantungan dengan nilai-nilai yang berkembang serta keyakinan yang mereka percayai dan itu adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan, setiap kebenaran pasti ada kesalahan dan setiap kesalahan pasti ada kebenaran. Paradoks? Tidak juga, itu tergantung bagaimana kamu mengukur kebenaran dan kesalahan dari satu sisi, ketika kamu mengukur kebenaran dan kesalahan dari semua sisi (universal) memang terlihat paradoks karena semuanya memiliki porsinya masing masing.

Analogi Sahabat PMII

    Begitu juga dengan persahabatan yang ada di PMII, ketika kita memperjuangkan apa yang menurut kita itu adalah benar bahkan bisa dianggap salah oleh sebagian orang-orang. Atas nama sahabat kita dipaksa melanggengkan kesalahan, atas nama sahabat kita dipaksa menolak kebenaran, atas nama sahabat kita selalu dipaksa untuk berada di posisi yang serba membingungkan. Saya menganalogikan makna sahabat dalam PMII sebagai “Sunset dipantai yang berarus tenang dan ditepi ombak tersebut terdapat bekas langkah kaki manusia” artinya,

1. Terbenam, dalam hubungan persahabatan tentu tak selalu berjalan dengan mulus, adakalanya karena keegoisan kita, hubungan persahabatan yang hangat bisa menjadi dingin. Hubungan persahabatan ibaratnya harus seperti matahari yang terbenam, biarkan ia terbenam dengan membawa segala persoalan kita dan esok akan terbit lagi membawa kehangatan dan harapan baru. Percayalah, setiap benturan akan membentuk suatu hal yang baru. Friendship like a sunset.

2. Langkah kaki, perjalanan persahabatan ibaratnya seperti langkah kaki yang tercetak di atas pasir pantai. Setiap kita melangkah, ombak akan datang dan menghapus jejak langkah kita tetapi jika kita terus melangkah maka jejak itu akan selalu ada. Artinya bahwa dalam persahabatan ada saat dimana kita saling berselisih paham satu sama lain, persoalan silih berganti ada dalam persahabatan tetapi jika kita tetap berkomitmen menjaga persahabatan, maka persahabatan akan tetap bertahan seperti jejak langkah kaki di pasir pantai. Memori atau kenangan yang kuat biasanya berasal dari hal-hal yang sederhana. Seperti budaya makan bersama, sederhana tapi itu akan selalu diingat sampai kapanpun. Friendship such as the footprints on the beach.

3. Arus, Dalam persahabatan kita harus seperti arus, walaupun bergerak vertikal dan horisontal tetapi menuju keseimbangan, persahabatan walaupun saling berbeda sifat, pendapat dan pola pikir tetapi harus selalu dijaga agar selalu seimbang. Friendship like an ocean current. Semoga segala sesuatu yang sudah kita perjuangkan, kita pertahankan, kita kembangkan, meskipun sebagian menganggap itu adalah sebuah kesalahan dapat membentuk kita sebagai manusia yang konsisten dalam persahabatan. 

“Sekali bendera dikibarkan, pantang untuk diturunkan hentikan Ratapan dan Tangisan. Mundur satu langkah adalah sebuah bentuk penghianatan, tangan terkepal dan maju ke muka”  

Seni Berbuat Baik

    Dalam lintas sejarah, manusia dalam kehidupannya senantiasa di sibukkan oleh berbagai pertanyaan mendasar tentang dirinya. Berbagai jawaban yang bersifat spekulatif coba diajukan oleh para pemikir sepanjang sejarah dan terkadang jawaban-jawaban yang diajukan saling kontradiksif satu dengan yang lainnya. Perdebatan mendasar yang sering menjadi bahan diskusi dalam sejarah kehidupan manusia adalah perdebatan seputar sumber dan asal usul pengetahuan dan kebenaran dalam hal kebaikan. Filsafat dan agama sebagai dua kekuatan yang mewarnai dunia telah menawarkan konstruk epistemologi yang berbeda dalam menjawab permasalahan permasalahan yang dihadapi manusia dalam kehidupannya. Manusia hidup di dunia ini pada hakekatnya mempunyai keinginan untuk mencari pengetahuan dan kebenaran. Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Pengetahuan menurut arti sempit sebuah keputusan yang benar dan pasti. Seperti para penganut pragmatis yang tidak membedakan antara pengetahuan dan kebenaran hingga menjadi hal yang menarik untuk dikaji dalam pandangan epitemologinya. Epistemologi sebagai cabang dari ilmu filsafat yang mempelajari batas-batas pengetahuan dan asal-usul pengetahuan serta kriteria kebenaran dalam seni berbuat baik.

    Realitas saat ini banyak sekali rangkaian pertanyaan yang biasa diajukan untuk mendalami permasalahan yang dipersoalkan di dalam epistemologi seperti, “apakah pengetahuan itu?, apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan? Apakah pengetahuan itu adalah kebenaran yang pasti ataukah hanya merupakan dugaan?”. Hal itu bisa dijawab dalam beberapa pandangan yang bisa digunakan dalam menarik benang merah hingga mampu mengaplikasikan dalam realitas yang berkembang saat ini, seperti penggunaan Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, dan Intuisisme. PMII adalah organisasi yang memiliki keterikatan penuh antara nilai, hukum dan kebutuhan, dimana hukum tidak akan berlaku ketika tidak memiliki pressure dalam realitasnya bahkan tidak dibutuhkan hingga mengesampingkan nilai nilainya, dan ini mampu dibenarkan dengan dalih kebaikan. “Kebenaran yang sesungguhnya itu tidak terjadi”. Setiap manusia mengemukakan ini sebagai pokok pendiriannya, karena kebenaran yang sesungguhnya tidak akan tercapai, maka setiap pendirian boleh benar dan boleh salah menurut pandangan manusia, hingga (skeptis) terhadap pikiran-pikiran orang lain. Apa yang dibenarkan sekarang, besok boleh disalahkan. Apa yang dipertahankan kemarin, sekarang boleh dibatalkan. Kebenaran itu hanya sementara. Oleh karena itu “kebenaran yang sesungguhnya tidak tercapai”, maka setiap pendirian boleh dibenarkan dan untuk sementara itu benar. Melihat PMII Untag saat ini, tidak ada ukuran yang tetap tentang benar dan tidak ada kebenaran, tentang baik dan buruk, sebagai kelanjutan pendapat ini, hilanglah perbedaan antara benar dan salah, antara baik dan jahat. “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”, kita boleh berpihak dalam posisi apapun yang menurut kita itu benar atau salah, karena masing masing dari kita tentu akan mempertanggung jawabkan segala sesuatu yang kita yakini dalam pengambilan sikap. Sublimasi Tri Komitmen yang ada dalam PMII (Kejujuran, Kebenaran, dan Keadilan) dalam mewujudkan gerakan nyata hanya menjadi slogan untuk bersembunyi dari kesalahan. Di PMII dalam membangun para kader untuk berproses terhadap jenjang selanjutnya di dalam organisasi harus mempunyai rasa keakraban serta kebaikan antara satu dengan lainnya. Sehingga dari kebaikan tersebut akan berhasil menciptakan suatu kebersamaan disetiap gerakan yang ingin dicapai.

“Kenaapa pensil dipakainya sama anak anak?, dan kenapa pena dipakai oleh orang dewasa?”

karena dalam hal ini ada titik dimana kesalahan masih bisa diperbaiki dan ada batas dimana kesalahan yang sama tidak akan terulang ketika dewasa nanti. Apapun bentuk kesalahan yakin dan beranikanlah untuk membenarkan karena langit akan terus cerah dan tidak akan pernah redup. Awan lah yang membuat langit terlihat redup, awan lah yang membuat langit telihat seperti sedang menangis. Kita hanya perlu mencegah agar awan tidak menutupi langit, di titik akhir ketika tidak ada lagi hal yang bisa kita lakukan adalah dengan menyingkirkan dan melenyapkannya dari pandangan.

    Ungakapan akhir dari penulisan ini, saya selalu berdoa semoga dari segala momen kejadian yang telah terjadi hingga hari ini, bisa menjadi bahan untuk merefleksikan kehidupan yang akan datang. 

"Atas nama cinta yang pelik, panjang umur hal-hal baik”


Penulis : Maulana

Editor : A. Hasan


 

 

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Filosofi Sahabat : Seni Kebaikan dan Keburukan"