Beranda · Berita · Opini · Sastra · Galeri

Menghayati hubungan Manunisa dengan Alam

 

Gambar : Ilustrasi kemungkinan kondisi alam pada 2035

Manusia yang terlempar di dunia mempunyai sesuatu yang dinamakan akal dan kesadaran yang berfungsi untuk berfikir. Dari kesadaran manusia mempunyai suatu sejarah di masa lalu, bermula dan entah kapan berakhirnya. Dalam tulisan ini saya ingin menggambarkan bagaimana pandangan berfikir yang mungkin tidak jelas namun ide ini patut untuk dibagikan serta menafsirkan bagaimana pemikiran dan pengalaman saya dalam menghayati alam semesta secara sistematis serta mendefinisikan ulang relasi manusia dengan alam.

Kadang kala tak sedikit dari kita ketika sedang jenuh dengan rutinitas sehari – hari, alam akan memberikan tempat bagi kita untuk memberikan ketenangan, keindahan serta kenyamanan. Apa yang sedang terjadi seakan terlupakan ketika kita menghirup udara pegunungan yang segar, memandang pepohonan, atau mendengar riuh suara alam di sekitar. Terkadang kita juga tak lupa untuk mengabadikan momen tersebut dengan mengambil beberapa foto atau video mengenai cahaya jingga keemasan yang dipancarkan oleh senja, langit yang terbentang kebiruan, dan awan putih yang begitu bersih lalu dibarengi dengan kutipan – kutipan puitis dan segelas kopi hitam melengkapi kita dalam menghayati alam.

Menikmati alam seperti demikian adalah wajar, terutama seperti saya yang tinggal di tengah hiruk pikuk masyarakat kota yang sering melihat bahwa alam digunakan sebagai fasilitas hiburan. Bahkan pemerintah pun mengklasifikasikan alam dan digunakan sebagai objek wisata. Alam dibangun dan dikembangkan sehingga mempunya daya tarik bagi para wisatawan untuk berlibur.

Coba kita bayangkan begitu besar hal yang telah diberikan alam terhadap kehidupan manusia, alam memberikan kita begitu banyak keuntungan. Dalam hal ini, ketika alam dijadikan sebagai objek, ada banyak hal yang manusia bisa lakukan terhadap alam dan memposisikan manusia sebagai mahluk hidup yang paling diuntungkan. Seperti halnya wisatawan yang berkunjung ke tempat tertentu untuk melepas penat, ada pengelola yang mendapatkan untung secara ekonomi, bahkan masyarakat sekitar yang ikut meramaikan tempat wisata dengan berdagang. Keuntungan tersebut hanya didapat karena alam yang kita sebut sebagai objek menawarkan keindahannya. Tetapi, di sisi lain kerap kali perbuatan kita terhadap alam justru sebaliknya. Sering kita melihat banyak sampah yang berserakan dari manusia yang membuang secara sembarangan, penebangan pohon, bahkan pengerukan alam. Perilaku tersebut sangat berbanding terbalik terhadap apa yang alam tawarkan kepada kita dan membuat beberapa konsekwensi etis yang akan menyebabkan kerusakan pada alam itu sendiri.

Dalam sedikit pandangan seperti di atas, penghayatan terhadap alam terkesan janggal. Di satu sisi manusia ingin menikmati keindahannya namun pada sikap lain malah merusaknya. Dalam situasi tersebut yang dinikmati oleh alam terhadap manusia hanyalah perusakan dan eksploitasi. Seperti halnya seorang yang mengklaim telah berkontribusi positif terhadap alam tetapi pada sikap yang lain dia penyebab kerusakan tersebut.

Pertanyaannya mengapa manusia kerap kali kontradiktif dalam bersikap?

Pertama, tentu mungkin ada yang bermasalah terhadap cara seseorang tersebut menghayati alam. Penghayatannya bersifat parsial, tidak lengkap karena tidak ada keselarasan tindakan. Penghayatannya tidak dituntun oleh nilai yang bersifat menyeluruh. Terlebih lagi kunjungan terhadap alam hanya untuk menyegarkan pikiran dirinya untuk kembali bekerja dengan optimal pada esok hari. Atau seorang pengembang yang menebang hutan untuk membangun insfrastruktur atas nama efisiensi ekonomi, atau pengerukan alam yang merusak atas dasar demi kesejahteraan masyarakat. Tindakan tersebut dipengaruhi bagaimana manusia memaknai alam, entah alam dianggap sebagai seonggok komoditas, objek, atau sumber aliran rupiah. Baginya alam hanyalah instrument untuk memenuhi tujuan. Artinya, kita menganggap alam sebagai objek yang dapat diolah semaunya. Diri kita adalah satu – satunya nilai moral yang menjadi patokan dalam memperlakukan alam. Atau lebih tepatnya, manusia menganggap dirinya sebagai pusat dari kehidupan.

Gambaran di atas menjadi sangat penting dipikirkan kembali karena di depan mata kita sudah sering dihadapkan dengan kerusakan lingkungan, serta perubahan iklim serta pemanasan global yang diakibatkan oleh aktivitas kita sehari – hari. Oleh karena itu, sangat krusial untuk kita melihat kembali bagaimana relasi kita dengan alam. Kita perlu mengubah cara pandang kita terhadap alam. Relasi kita dengan alam merupakan hubungan saling berkaitan, semua yang terdapat pada alam semesta turut berkontribusi dari bagaimana kita hidup, apa yang kita makan, apa yang dikendarai dan bagaimana sistem ekonomi dan politik kita bekerja, sehingga dapat lahir sebuah nilai sebagai panduan penghayatan terhadap alam dengan cara yang sungguh – sungguh berpengaruh dalam setiap tindakan kita, baik secara individu, kebijakan public, bahkan sistem ekonomi dan politik.  Oleh karenanya, kita benar – benar akan bertindak secara konsisten, bahkan sistematis dengan memahami terlebih dahulu hal – hal yang mendasar.

Yang penting untuk diulas pertama dalam upaya memahami suatu konteks tindakan manusia terhadap keseimbangan alam adalah bagaimana seseorang tersebut memahami realitas melalui cara berfikir kognitif. Penghayatan dan cara berfikir tersebut menuntun seseorang menyikapi, memperlakukan dan memahami alam. kita tidak perlu untuk mendalami filsafat untuk mengubah penghayatan kita terhadap alam. Yang diperlukan adalah pengalaman langsung untuk bersentuhan dengan alam, menganalisa dan memahami alam secara perlahan dan terus – menerus hingga seiring waktu kita akan membukakan diri padanya.

mari kita menggunakan dunia idea kita untuk membayangkan hal – hal yang terjadi di sekitar kita. Atau ketika kita atau sedikit pengalaman saya ketika berdiri di tepi pantai dengan memandang dan memikirkan setiap biota laut yang hadir disana. Saat kita memandang dan memproyeksikan pikiran kita memikirkan setiap biota laut yang ada disana. Pikiran kita terproyeksi membayangkan peran dari tiap – tiap apapun yang kita lihat, seperti terumbu karang dimana tempat ikan berlindung dan memberikan makanan, matahari yang merefleksikan warna air laut yang indah lalu menghasilkan oksigen, sampai kehidupan terkecil seperti plankton sebagai makanan ikan yang lebih besar ukurannya. Lalu bawa pikiran kita melayang dari entitas yang paling kecil bahkan yang tidak pernah kita anggap sebagai suatu yang penting, dan mengaitkan terhadap berbagai entitas yang ada dilaut, mengamati bahwa entitas tersebut saling berhubungan dan berpartisipasi di dalam ekosistem bahkan manusia juga ikut terlibat. Atau dalam momen tersebut kita bisa melakukan penghayatan yang mendalam mengenai apapun yang sedang terjadi disekitar kita lalu menganalisis keterkaitan atas semuanya. Pada momen tersebut, kita akan menyadari sesuatu mengenai hidup yang begitu luas dan saling terhubung.

Pengalaman seperti itu akan membawa kita pada titik dimana terjalin keterhubungan kepada alam dan dunia, atau bisa disebut “a total view”, dimana sebuah keadaan kesadaran dalam menyadari dimana entitas organisme termasuk manusia selalu berada dalam lingkungan dan berbdiri sebagai entitas yang berbeda yang saling terhubung. Pada momen tertentu setiap orang dapat mengalami penghayatan secara demikian dengan membuka dirinya, memperluas konteks diri dan analisanya, sadar terdapat kekayaan kehidupan dan sadar selalu menjadi bagian dari alam serta menyatu dengan alam. Penghayatan secara demikian tidak memiliki patokan atau rambu tertentu, hanya saja butuh keterbukaan pikiran dan kepekaan rasa saja.

Kita harus merumuskan mengenai pandangan hidup dengan pembuktian bahwa manusia tidak lebih sebagai organisme yang hidup berdampingan dengan hidup organisme lain di dalam suatu sistem ekologi. Kita tidak pernah bisa keluar dari keterhubungan tersebut dan tetap berada di lingkungan yang sama. Perubahan terhadap alam akan turut mempengaruhi kita. Bahkan bahluk yang disebut non-hidup seperti sungai dan laut justru didalamnya terdapat banyak mahluk hidup yang bergantung padanya, sehingga dengan perspektif berfikir seperti itu maka yang dimunculkan adalah hubungan relasional.

Jika tidak percaya, mari kita coba sedikit menganalisa bagaimana kita berfikir dan bagaimana kehidupan itu merupakan hubungan relasional yang saling bersangkutan. Pandangan mengenai setiap kesadaran dan hubungan relasional manusia di dalam alam bertemu pada satu titik temu, yaitu terdapat titik dimana cara berfikir kita bertransisi dari satu ke kesatuan yang lebih luas dan merambat. Pada momen tersebut kita melihat diri kita menjadi begitu kecil karena dihadapkan oleh kompleksitas alam. Seperti saat kita melihat gunung, awalnya yang kita lihat hanya keindahan gunung semata, tetapi saat kita membayangkan bahwa gunung bukan hanya sekedar gunung tapi di dalam kemegahannya terdapat fondasi kehidupan, seperti pepohonan yang tumbuh di sekitarnya yang merupakan sumber makanan bagi mahluk hidup yang ada disana, pepohonan juga menjaga kesuburan gunung dan kesejukannya, pepohonan juga memberikan oksigen sebagai sumber kehidupan mahluk hidup, hewan – hewan yang ada disana turut berhabitat didalamnya, bahkan bakteri – bakteri dan hewan kecil lainnya juga bekerja menyuburkan tanah. Lalu kita melihat dibawah kaki gunung terdapat manusia yang hidup bertumpu pada ekosistem gunung tersebut, mendapatkan aliran air bersih yang bersumber dari atas gunung dan air tersebut menjadi kehidupan manusia yang bisa digunakan untuk mengaliri sawah, mencari ikan, dan kebutuhan manusia lainnya. Sungguh merupakan kompleksitas relasional yang sangat terhubung.

Hubungan relasi manusia dengan alam apabila dihayati dengan cara tersebut maka akan merubah cara pandang kita. Relasi tersebut menempatkan manusia setara dengan berbagai organisme yang ada di alam, manusia bagian darinya, dan harus hidup berdasarkan mekanismenya. Dalam hal ini kita mampu memahami dan melahirkan sebuah nilai sebagai jangkar untuk bersikap dan menghargai setiap kehidupan. Apa yang terjadi pada alam maka akan berpengaruh terhadap manusia, dan apa yang dilakukan manuisa maka akan berdampak terhadap alam. Hal ini membentuk lingkaran kausalitas dimana semuanya saling menyambung.


Penulis : Sahabat Alfian
Editor : Sahabat Hasan

0 Response to "Menghayati hubungan Manunisa dengan Alam"

Posting Komentar