Tak ada tempat bagi pelanggar!

 

Gambar : Ilustrasi Bangsa Athena

Mari berdiskusi mengenai pemahaman kita tentang rakyat, apa peran kita dan bagaimana kita menjalaninya. Hal ini mungkin sangat kompleks untuk dibahas karena sangat bersinggungan dengan kehidupan bernegara dan berkelompok. Namun mari kita membahas hal ini melalui perspektif sebagai seorang mahasiswa.

Menurut KBBI, definisi ‘Rakyat’ ialah penduduk suatu negara. Itu berarti, aku, kau dan kita semua adalah rakyat, terlepas dari apakah kita pejabat, aparat, ningrat, konglomerat bahkan orang melarat. Sayangnya, kita sering kali tidak sadar bahwa tanpa adanya rakyat kecil, maka takkan ada negara.

Lalu apa peran kita dan bagaimana kita menjalaninya sebagai mahasiswa? Tulisan ini tidak akan muncul jika saya belum pernah berkecimpung dalam proses berorganisasi dimanapun itu dan kapanpun itu, karena menurut saya proses itu tidak mengenal waktu. Yang jelas, berproses adalah bagaimana kita bisa belajar dan mengembangkan diri agar lebih baik lagi dan tentunya demi kemajuan organisasi yang menaungi pula. Berangkat dari pengalaman yang terjadi pada diri saya, tulisan ini bisa ada. Artinya, ini adalah perspektif yang saya gunakan sebagai orang yang sedang berproses dalam dinamika organisasi.

Sebagai seorang rakyat dan kebetulan kita menyandang gelar sebagai mahasiswa. Kita merupakan asset masa depan yang diproyeksikan untuk membantu memecahkan masalah – masalah besar yang ada di luar, entah itu di kampus maupun di masyarakat. Tapi terkadang kita lupa membereskan masalah – masalah kecil yang ada di dalam tubuh kita sendiri. Kita sibuk menggapai mimpi – mimpi besar lalu lupa berterimakasi atas perhatian – perhatian dari keluarga, sahabat kita serta wadah tempat kita berproses. Kita dibutakan hasrat menguasai wilayah yang lebih besar, lalu dengan teganya membantai hak orang lain dan melanggar peraturan – peraturan yang ada di tempat kira berada. Kita mengejar seseorang dengan rasa kagum yang luar biasa besar, tapi menganggap kecil orang – orang yang telah memberikan ruang berproses, dukungan dan cintanya sepenuh hati. Menurut saya hal itu sangat tidak manusiawi, seperti kacang lupa kulitnya dan hanya mementingkan kepentingan pribadi, bahkan menurut saya pemikiran seperti itu sangatlah primitif. Seperti halnya kata – kata dari seorang seniman romawi kuno (Plautus) dalam karyanya berjudul Asinaria yang mengatakan bahwa “Manusia adalah serigala bagi sesame manusia” yang diinterpretasikan berarti manusia sering menikam sesama manusia lainnya. Padahal menurut saya manusia itu saling terhubung dan membutuhkan antara manusia satu dengan yang lainnya. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain yang ada di sekitarnya. Hal tersebut merupakan sedikit tafsiran dari kalimat “Homo Homini Socius” atau yang diartikan manusia adalah mahluk social yang dicetuskan oleh Seneca terhadap perlawanan pada kalimat Bahasa latin sebelumnya.

Sepertinya sudah kodrat kita untuk membesarkan masalah kecil, namun memperkecil masalah besar. Namun tak selamanya hal – hal besar menjadi pemicu pertikaian. Kadang perseteruan bisa saja terjadi karena seseorang terlalu memendam hal – hal kecil. Mungkin kita baru merasakan sakit hati yang teramat besar dari akumulasi masalah kecil yang ditumpuk terus – menerus hingga pada akhirnya meledak.

Dari literatur yang telah saya baca karya Yuval Noah Harari melalui bukunya ‘Sapiens’. Dalam buku tersebut diterangkan pendapat mengenai bagaimana manusia bisa bertahan hidup sampai sekarang ini. Menurutnya, manusia menciptakan fiksi dengan tujuan utama mempertahankan kelangsungan hidup manusia atau homo sapiens. Dari situ Sapiens menciptakan aturan – aturan yang mengatur apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam kelompoknya. Dalam kata lain dengan adanya sistem tersebut sapiens terhindar dari kepunahan dan mampu melindungi tujuan hidup kelompoknya. budaya seperti itulah yang bertahan hingga saat ini.

Negara maupun organisasi – organisasi lainnya menciptakan suatu hukum atau aturan – aturan dalam rangka melindungi serta mendukung terciptanya tujuan dari kelompoknya. setiap organisasi atau setiap kelompok sapiens memiliki aturan yang berbeda – beda. Lalu bagaimana dengan anggota kelompok sapiens yang melanggar aturan dari kelompoknya? bagi orang – orang yang melanggar aturan dari kelompoknya pasti mendapatkan konsekwensi atau hukuman dari ketua kelompok atau lembaga hukum yang berlaku. Hukumannya mungkin bisa bermacam – macam, dibunuh, dicambuk, potong tangan, dikeluarkan dari kelompok, serta berbagai macam hukuman lainnya.

Artinya, demi suatu keharmonisan kelompok dan keberlangsungan kelompok dalam mewujudkan tujuannya, peraturan tersebut harus dilaksanakan. Orang – orang yang melanggar peratur sudah sepatutnya sadar dan menjalankan konsekwensi atas perbuatannya. Bahkan meskipun ia seorang pemimpin tetaplah harus mentaati apapun yang telah diatur dalam peraturan. Membicarak seorang pemimpin, pemimpin bisa dikatan pemimpin jika ada anggota atau orang – orang yang ia pimpin, lalu bagaimanakah jika orang – orang yang di pimpin sudah enggan mengakui kepemimpinannya bahkan keberadaannya? Saya menjawabnya dengan logika bahwa pemimpin tetaplah pemimpin meski tanpa mahkota, tapi pemimpin mustahil disebut pemimpin jika tidak ada teritori atau orang – orang yang ia pimpin.

Jadi mari kita buka mata dan sadar bahwasanya negeri dan wadah ini milik kita bersama, bukan hanya milik segelintir orang yang melanggar dan merebut hak orang lain lalu berdalih ingin menjaga ketertiban. Bukan, bukan, negeri ini dan wadah ini milik kita bersama. Itu berarti kita semua berhak menyuarakan pendapat, berhak mendapatkan keadilan, berhak mendapatkan kesempatan belajar dan berproses yang lebih baik serta berhak mendapatkan rasa aman dan tentram.

Negeri dan wadah ini milik kita bersama, untuk kita jaga bersama, untuk kita hormati bersama, untuk kita makmurkan bersama, untuk kita sejahterakan bersama, dan untuk kita cintai bersama. Namun bukan untuk kita celakai bersama. Jadi, siapapun orang yang melanggar tatanan yang sudah diatur dalam kehidupan bermasyarakat dan wadah organisasi, maka orang itu harus mendapatkan hukuman atau patut untuk dihilangkan!.


Penulis : Sahabat Alfian
Editor : Sahabat A. Hasan

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tak ada tempat bagi pelanggar!"

Posting Komentar