Sahabatku, Janganlah Menjadi Sengkuni
Berpolitik sama seperti berperang.
Tujuan akhir suatu peperangan adalah merebut suatu kemenangan. Dalam berpolitik,
hanya kemenangan yang akan menjadi tujuan akhir. Kemenangan itu akan membawa ke
kuasaan. Tidak ada satu pihak pun yang mau menderita kekalahan. Karena itu,
segala cara dilakukan untuk mewujudkan kemenangan itu.
Memang, politik riil adalah pertarungan
untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam pertarungan itulah muncul kecenderungan untuk
menghalalkan segala cara. Keterangan tersebut merupakan istilah yang
dikemukakan oleh Niccolo Machiavelli. Padahal, seharusnya tujuan akhir itu harus
tidak menghalalkan segala cara.
Pengertian politik di atas sangat
berbeda dengan pengertian yang disodorkan Franz Magnis – Suseno. Menurutnya,
potilik adalah segala kegiatan manusia yang berorientasi kepada Masyarakat
secara keseluruhan, atau yang berorientasi kepada negara. Sebuah keputusan disebut
keputusan politik apabila diambil dengan memperhatikan kepentingan Masyarakat
sebagai keseluruhan. Suatu tindakan disebut politis apabila menyangkut kepentingan
Masyarakat banyak. Itulah karenanya, tujuan politik dimaksudkan untuk terciptanya
kemaslahatan Bersama, kemakmuran Masyarakat secara keseluruhan, yang juga
sering disebut sebagai bonum commune.
Pertanyaannya, apakah selama ini tujuan
politik seperti diatas sudah menjadi tujuan utama para politikus atau segenap manusia
yang saling hidup berdampingan di muka bumi ini? Pertanyaan ini perlu dikemukakan
pada saatini. Pasalnya, banyak roh – roh penghianat bergentayangan yang
menggerogoti dan merasuki manusia untuk menghianati rumah yang membesarkannya
sendiri.
Di zaman ini, roh – roh jahat gentayangan
bisa merasuki siapa saja tanpa terkecuali. Bisa rakyat biasa dan bisa para
pejabat tinggi negara, bias wong cilik yang tidak dianggap dan bisa juga elite
Masyarakat yang terhormat atau merasa dirinya terhormat (tidakcompang –
camping). Bisa pengangguran juga bisa elite partai politik. Siapa saja bias
dirasuki dan dikuasai roh jahat tersebut. Karena itu tidak aneh, di zaman
seperti ini orang yang semula kelihatan baik, tiba – tiba karena kesambet atau kesurupan
roh jahat bias menjadi jahat pula.
Ronggowasito pernah menuangkan
ramalan dan tertulis dalam serat centini bahwa akan ada fase dalam kehidupan
masyarakat Indonesia yang disebutnya jaman edan, yang dimana ditandai dengan
masyarakat atau kebiasaan menjungkirbalikkan nilai – nilai yang menuntun
kehidupan masyarakat. Ia menuliskan ciri – ciri sifatnya dalam sabdanya yang
berbunyi :
Ilang
budayanipun
tanpa bayu weyane ngalumpuk
sakciptane wardaya ambebayani
ubayane nora payu
kari ketaman pakewoh,
lenyap
kebudayaanya
tiada lagi
kebaikan, selalu buruk sangka
apa yang
dipikir serba membahayakan
sumpah dan
janjinya tiada yang percaya
akhirnya
menanggung malu sendiri
lenyaplah
keluhuran budinya
Lenyapnya keluhuran budi itu bisa
terjadi karena hilangnya etika social dalam pergaulan hidup bersama. Dalam
dunia pewayangan ada tokoh yang sifat maupun perbuatannya tidak bisa dicontoh.
Yakni sengkuni.
Sengkuni adalah seorang tokoh
antagonis dalam cerita mahabarata. Sengkuni terkenal sebagai tokoh licik yang
selalu menghasut para kurawa agar memusuhi pandawa. Tokoh sengkuni sering kali
menjadi sebutan populer untuk menggelari setiap laku curang. Setiap pelaku
kecurangan, kelicikan, kedengkian, provokasi serta berbagai watak buram jiwa
manusia disebut sengkuni. Ia senang mencela, membuat orang lain sakit hati,
selalu mencap orang lain salah dan hanya dirinya saja yang benar (golek menange dewe). Ia juga suka
menghasut orang lain untuk membenci atau memusuhi golongan tertentu, ia suka
memprofokasi suatu wadah yang damai agar berkonflik. Hal tersebut bertujuan
semata – mata untuk memuaskan hati dan niat buruknya.
Di zaman sekarang, banyak sengkuni
– sengkuni seperti itu, atau sekurang – kurangnya banyak sifat dan kelakuan
sengkuni yang sekedar mencari tepuk tangan dan popularitas belaka, atau bahkan
sekedar memuaskan hati busuknya yang terlanjur terasuki roh – roh jahat atau
iblis penghianat. Berbagai macam cara digunakan tidak sekedar untuk mencari
popularitas dan tepuk tangan melainkan juga untuk agenda – agenda, tujuan –
tujuan, misi – misi serta kepentingan – kepentingan terselubung. Tidak aneh jika
tindak dan sikap sengkuni itu melanggar etika umum yang sudah disepakati dalam
kehidupan bermasyarakat.
Sahabatku, melihat semua itu,
apakah salah kalau aku sampai pada kesimpulan bahwa pada zaman sekarang ini
adalah zaman edan seperti yang ditulis oleh Ronggowarsito? Atau apakah zaman
edan hanyalah muncul di zaman Ronggowarsito, sahabatku? Tentu tidak kan.
Zaman edan bisa muncul setiap saat.
Dalam suatu kondisi apapun dan kapanpun, baik secara individual maupun
komunitas, hal itu dapat menciptakan kegilaan zaman. Bentuk kegilaan itu
bermacam – macam : gila kekuasaan, gila harta, gila popularitas, gila pujian,
gila jabatan, dan masih banyak lagi. Demi kegilaan itu, semua jalan dan cara
dilakukan tidak terkecuali penghianatan.
Penghianatan adalah bentuk
pemutusan, perusakan, atau pelanggaran terhadap suatu kontrak, persetujuan,
kerjasama, kepercayaan atau keyakinan, yang akhirnya akan menciptakan konflik
secara moral maupun psikologis dalam hubungan antarindividu, antarorganisasi,
atau antar individu dan organisasi. Sering kali penghianatan dapat berupa
tindakan untuk mendukung kelompok musuh atau saingan, atau juga berupa bentuk
pemutusan hubungan kerjasama sepihak dengan mengabaikan aturan atau norma yang
sebelumnya diputuskan atau disepakati bersama.
Tetapi sahabatku, sudahlah. Mungkin
dalam dunia politik hal semacam itu lumrah, meskipun mengutip pendapat filsuf
Immanuel Kant, semua politik harus bertekuk lutut di bawah hokum. Dengan kata
lain, ada aturan mainnya, ada etika politiknya, sopan santunnya, tidak asal –
asalan seperti sekarang ini.
Akhirnya, untuk sahabatku yang
mungkin hanya di dalam dunia idea ku. Tindakan penghianatan tidak akan
memberikan kepuasan atau keberhasilan yang berkelanjutan, pertimbangkanlah
konsekuensi jangka panjang. Penghianatan mungkin tampak menguntungkan sebentar,
tapi tidak untuk kedepannya. Apapun yang kau peroleh dengan cara penghianatan
adakah kesia – siaan belaka. Semua serba palsu bagi masyarakat yang waras.
0 Response to "Sahabatku, Janganlah Menjadi Sengkuni"
Posting Komentar